Pengumuman hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) sering kali datang dengan dua perasaan yang bertabrakan. Ada yang lega, ada yang kecewa, dan tidak sedikit yang justru bingung. Setelah berbulan-bulan belajar dan menunggu, angka akhirnya muncul. Tapi pertanyaan sebenarnya baru dimulai: setelah ini, apa yang harus dilakukan?
TKA sejatinya bukan sekadar soal lulus atau tidak lulus. Tes ini dirancang sebagai potret kemampuan akademik siswa secara nasional. Dari hasil yang dirilis tahun 2025, terlihat bahwa capaian siswa Indonesia masih cukup beragam. Rata-rata nasional untuk Bahasa Indonesia berada di kisaran pertengahan 50, sementara Matematika dan Bahasa Inggris masih relatif rendah. Di sisi lain, beberapa provinsi seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), DKI Jakarta, dan Jawa Tengah mencatat rerata yang lebih tinggi dibandingkan nasional. Perbedaan ini menunjukkan bahwa konteks wilayah dan ekosistem pendidikan masih sangat berpengaruh. Namun, bagi siswa, angka-angka tersebut seharusnya tidak dibaca sebagai label atau vonis. Nilai TKA lebih tepat dipahami sebagai cermin yang menunjukkan di mana posisi kita saat ini, bukan menentukan sejauh apa kita bisa melangkah ke depan.
Bagi siswa yang memperoleh nilai tinggi, TKA bisa menjadi penguat rasa percaya diri dan bukti bahwa metode belajar yang selama ini dijalani sudah berada di jalur yang tepat. Ini adalah momentum untuk mulai berpikir lebih strategis tentang pendidikan lanjutan. Bukan hanya soal “bisa masuk mana”, tetapi juga “ingin berkembang ke arah apa”. Nilai akademik yang baik tentu membuka peluang lebih luas, tetapi tetap perlu diseimbangkan dengan minat, tujuan jangka panjang, dan kesiapan mental menghadapi dunia setelah sekolah.
Sementara itu, bagi siswa yang merasa hasilnya belum sesuai harapan, penting untuk diingat bahwa TKA bukan satu-satunya penentu masa depan. Banyak faktor lain yang sama pentingnya, bahkan sering kali lebih menentukan, seperti konsistensi belajar, kemampuan beradaptasi, keterampilan berpikir kritis, dan kemauan untuk terus memperbaiki diri. Justru dari hasil yang kurang memuaskan inilah proses refleksi bisa dimulai. Mata pelajaran apa yang selama ini paling menantang? Pola belajar seperti apa yang kurang efektif? Pertanyaan-pertanyaan ini jauh lebih berguna daripada sekadar membandingkan angka dengan teman atau sekolah lain.
Hasil TKA juga bisa menjadi bahan diskusi yang sehat antara siswa, orang tua, dan guru. Bukan untuk saling menyalahkan, tetapi untuk menyusun langkah berikutnya dengan lebih sadar. Apakah perlu penguatan di bidang tertentu? Apakah rencana setelah lulus SMA sudah cukup realistis dengan kondisi saat ini? Atau justru perlu waktu tambahan untuk mempersiapkan diri sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya?
Dalam konteks pendidikan nasional, TKA sebenarnya memberi pesan yang lebih besar. Data rerata nasional yang masih rendah di beberapa mata pelajaran menunjukkan bahwa peningkatan kualitas belajar masih menjadi pekerjaan bersama. Tetapi bagi siswa secara personal, pesan terpentingnya adalah ini: hasil tes bukan identitas diri. Ia hanyalah satu titik data dalam perjalanan yang jauh lebih panjang.
Jadi, setelah nilai TKA keluar, langkah berikutnya bukan sekadar mencari peringkat atau membandingkan diri dengan orang lain. Yang lebih penting adalah memahami posisi diri, menerima hasil dengan jujur, lalu bergerak maju dengan rencana yang lebih matang. Entah itu melanjutkan pendidikan, memperkuat kemampuan dasar, atau mengeksplorasi minat yang selama ini belum tergarap, semuanya tetap terbuka. Nilai sudah keluar. Cerita belum selesai. Justru di sinilah perjalanan selanjutnya mulai ditentukan.
Penulis:
Ahmad
Gambar:
Tangkapan layar dari https://tka.kemendikdasmen.go.id/hasiltka/
Recent Comments